"Oke guys... kali ini gue mencoba buat posting cerita imajinasi gue sendiri. Ini kisah bersambung pertama gue yang gue publikasikan. Karena masih belajar, jadi banyak kalimat atau penggunaan kata yang ga enak di baca. Tapi...yaaaa, nikmatin aja deh yeee.hehehe. CEKIDOOOTTTTTT"
Peri Kertas Leviroz
Ini sebuah kisah, yg terinspirasi dari kisah nyata. Tentang seorang perempuan, yang berusaha untuk mempertahankan jalan cerita cintanya, hingga ia ternyata menemukan jalan cerita lain tentang hidupnya. Ia kemudian menulis script hidupnya dalam buku Leviroz. Buku yang selalu menjadi saksi jalan tulisan hidupnya. Dan ia percaya, buku itu dijaga oleh seorang peri kertas. Dan dengan tinta airmata,dan tulisan takdir, akhirnya ia berhasil menyelesaikan tulisannya itu di lembar terakhir buku tersebut.Dan ini bukan sekedar kisah cinta, tapi ini tentang kisah hidup.
SELAMAT MEMBACA…
PART 1
(Lembar dari Leviroz)
2004,13 Agustus____
Kala itu, langit tampak menjadi kelabu. Aku hanya diam, dan berkali-kali melihatnya dari jendela. Menunggu sesuatu menjadikan terang. Sesuatu yang dapat membuka gundah dalam dingin. Aku mengharapkan datangnya kata-kata. Muncul dari layar tak bicara. Walau hanya sekedar beberapa kata. Tapi aku menunggunya.
Berhari-hari ku bertahan tanpa jawaban. Tapi selalu ada dia dalam setiap pengharapan dan doa. Kulihat gambarannya dalam lembar kertas di sela buku catatanku. Aku tak pernah meninggalkannya. Setiap hari, ku selalu ingatkannya makan, sholat, pergi ke kantor dan kalimat2 lainnya. Aku tak merasa susah dengan itu. Karna itu pilihanku.
2004, 21 Agustus____
Aku bertemu dengannya. Kita pergi ke tempat dulu kita pernah berbagi cerita, berbagi kisah, dan berbagi cinta. Aku tak henti tersenyum duduk di sampingnya. Bagaimana cara dia melihat langit, bagaimana cara dia berbicara. Aku suka semuanya. Ia menceritakan tentang kesuksesannya. Bagaimana dia telah membuat karya-karya visual, yang kemudian menjadikan dia semakin hebat dalam bidangnya.
Malam itu aku memang lebih banyak menjadi pendengar. Terdiam dan memperhatikan ia terus bercerita. Sesekali aku tertawa dan tersenyum mendengar ucapannya. Tapi terkadang aku hanya diam dan tertunduk.Tapi hari itu aku begitu bahagia. Karena dia..ya hanya karena dia.
“aku senang dengan pekerjaanku” Dios tersenyum menatap langit
“ya, aku tau” aku pun tersenyum.
“Suatu saat nanti, kalau memang kita ditakdirkan untuk hidup bersama, aku pengen bawa kamu ke suatu tempat, dan kita bisa tinggal disana”
“hemmhh..?” aku tersenyum penuh Tanya
“yaa, itu impian aku. Bahkan kita berdua pun ga akan pernah tau jalan hidup kita kedepannya seperti apa. Masih tetap seperti ini kah? Atau mungkin, suatu saat nanti kita melihat orang lain disamping kita. Bukan aku, atau kamu” ia menatapku sebentar, dan mengusap kepala ku perlahan.
“hemmh..aku takut” aku tertunduk, dan tanganku memainkan rumput yang menjuntai di hadapanku, tiba-tiba suasana menjadi meredup “aku takut ngehadepin waktunya nanti. Saat Tuhan menentukan kalau kamu bukan tulang rusukku. Atau aku bukan takdirmu. Aku takut..”
Kemudian tangan Dios bergerak menuju tanganku. Seperti berusaha untuk menenangkanku. Tangannya menggenggam tanganku. Begitu hangat dan erat. Kita tak saling menatap, tapi aku tau..dia melihat kedua mataku yang sendu.
“Tuhan punya caranya sendiri untuk mengatur takdir manusia. Kalau Tuhan memang takdirin kita buat ga sama-sama lagi, aku percaya..kalau Tuhan udah nyiapin pangeran baik hati yang bakal nemenin kamu, dan bantuin kamu buat lupain aku. Percaya deh”
“Tapi aku ga yakin aku kuat buat ngehadepinnya. Aku takut Yos…Aku takut ga sanggup buat semuanya, saat aku sadar, kamu udah ga ada disamping aku lagi. Selama ini aku selalu berusaha kuat, walau kamu jauh dari aku, kamu jarang ngehubungin aku, kamu ga seperti pacar temen-temen aku yang perhatian, romantis, bisa nemenin kemana-mana, selalu telfon saat sebelum tidur, kirimin kalimat-kalimat romantis setiap kali sms atau BBM, yaa..kamu ga kayak gitu. Tapi aku bisa nerima itu. Aku bisa”
Tiba-tiba kami terdiam beberapa waktu. Dyos meneguk air mineral yang tersandar di samping kakinya. Kemudian menghela nafas hingga terdengar olehku. Ia tampak seperti menahan sesuatu, bingung ingin bicara apa, dan aku pun sama
“maafin aku selama ini ya, karna udah bikin kamu sedih. Maaf. Makasih ya, udah bisa nerima keadaan aku yang kayak gini. Ya, emang sifat aku kayak gini, dan itu bikin kamu sakit. Maaf ya” Dyos tersenyum menunduk menatap ke wajahku, berusaha agar aku mau melihat matanya
“iya, ga papa kok”
“aku juga takut kehilangan kamu. Kamu tuh sabar banget ngehadepin aku. Aku heran aja, selama ini kamu ga pernah marahin aku. Hehehe..pacarku sabar banget yaa, gemes deh” Dyos memecah keseriusan kami sambil mencubit pipiku yang bulat dengan kedua tangannya.
“iiihhhh…kamu tuh ya. Sakit tauuuu…” kami berdua tertawa, suasana malam itu berubah penuh tawa. Ya, aku bahagia.
Setelah 3 jam kami mengahabiskan waktu bersama, akhirnya kami berdua pulang. Dyos segera menghampiri motornya yang terparkir tak jauh dari tempat kita duduk. Aku berjalan menuju sisi jalan, untuk menunggu Dyos mengambil motornya.
“Yuu..naek” Ajak Dyos. Dan aku mengangguk sambil menaiki motor Dyos.
Sepanjang perjalanan kami pulang, tak banyak pembicaraan yang kami lakukan. Aku lebih sering terdiam. Dyos pun seperti konsentrasi dengan jalanan dan kemudi motornya. Tapi malam itu sangat dingin. Aku yang tidak menggunakan baju hangat, mulai kedinginan. Tanganku seperti dibekukan dalam mesin pendingin. Tubuhku bergetar terkena angin malam di tengah perjalanan. Dyos tampaknya merasakan aku bergetar kedinginan.
“Kenapa? Kamu kedinginan ya Biy? Tangan kamu dingin banget” Tanya Dyos, sambil memegang tangan ku yang menempel di samping pinggangnya.
“Hemmh, ngga kok”
“hah? Engga gimana. Daritadi juga aku tau kamu tuh gemeteran. Suara gigi kamu yang kedinginan juga kedenger kaliii. Sini tangannya” Dyos kemudian mengepalkan tanganku di salah satu tangannya. Aku merasa hangat. Walau tak sepenuhnya. Tapi Rasa dingin itu menjadi terlupa tiba-tiba. Aku tersenyum di belakang punggung Dyos. Menyadari di sepanjang perjalanan itu tangan Dyos tak henti menggenggam tanganku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar