Followers

Rabu, 15 Agustus 2012

Erika, Cepat Bangun Ya (Peri Kertas Leviroz Part 6)

Biya dan Kian meluncur menuju sanggar dengan sangat terburu-buru. Sesampainya di sanggar, ternyata dugaan mereka benar, mereka sudah melewatkan seperempat acara awal karena kedatangan mereka yang sudah terlambat 1 jam lamanya. Kian sedikit kecewa, wajahnya kusut karena tidak bisa menyaksikan Rio, cowok impiannya bernyanyi di awal acara. Dan Biya, tergesa-gesa untuk bersiap-siap menjadi MC pengganti di tengah acara nanti.

“Wel, rundown acara buat gue mana?” tanya Biya sambil merapihkan kerudungnya yang terkoyak karena helm.
“itu, gue simpen di atas lemari piala. Oh ya Biy, tadi Rendra bilang, kalo udah selesai acara, lo tunggu dia di ruang meeting. Katanya ada hal penting” jawab Welly.
“hemmh? Mana sihh? Oohhh ini diaaa kertas nakal. Hah, tadi apaan? Rendra? Hal penting apaaan lagi dia tuh, tumben amat tuh si badung mau meeting ama gue. Kudu siap-siap penyumpel kuping aja nih buat denger ocehannya dia” Biya menggerutu sambil membaca kertas rundown acara.
“ahaha..ada-ada aja lo Biy, awas loh..ntar malah suka lagi. Hihi”
“sompral nih Welly, ah ga ngepren nih ah. Masa aja gue suka ama si badung. Udah nakal, playboy, geng motor pula….iiiihhh takuutt. Ngeri banget” Biya ngeri membayangkan sosok Rendra
“yaudah daripada lo ngebayangin Rendra, mending sana tuh ke stage. Bentar lagi giliran lo nge MC. Oke cantik..!” seru Welly sambil mencubit pipi Biya
“yuhuuuu…Sipirilllii…babay mami Welly, muah”

Akhirnya Biya bersiap menuju stage untuk menjadi MC. Dan Yang lainnya, ada yang sibuk dengan persiapannya masing-masing, atau ada pula yang sibuk melayani para penikmat seni yang datang silih berganti. Tapi tidak dengan Kian, ia malah asik sendiri dengan terus memata-matai idolanya dengan sesekali mengambil gambar layaknya seorang paparazy. Kian telah kecanduan si penyanyi rambut jagung, Tomy, idolanya itu. Dan KIan tidak akan berhenti sebelum ia menemukan sekantung makanan.

Biya tampak asik bercuap-cuap di depan khalayak dgn suasana acara yang cukup ramai juga menghibur. Dan ia sama sekali tidak ingat dengan segala kegalauan, tugas kuliah, apalagi handphone nya yang tertinggal di kostan. Padahal selama Handphone itu tertinggal, sudah 10 kali Dyos menelepon dan 5 kali ia mengirimkan sms ke nomornya. Dyos cemas, terburu-buru, dan ingin segera telponnya itu di jawab oleh Biya. Sepertinya ada hal penting yang ingin Dyos bicarakan. Tapi sayang, telepon itu hanya membisu di kamar yang sedang di tinggal penghuninya.

Sudah malam hari, tetapi Biya dan Kian masih terdampar di sanggar bersama kerumunan orang-orang dan hasil karya seni yang telah usai di pamerkan dan di pentaskan. Biya sudah cukup kelelahan setelah ia terus bercuap-cuap di depan khalayak dengan waktu yang melebihi jatah ia menjadi MC di stage. Dan saat itu, ia baru tersadar bahwa sedari tadi dia telah melupakan benda yang sangat penting untuknya, handphone. Ada perasaan tidak enak dengan handphone nya itu. Biya ingin segera pulang untuk mengobati perasaannya tersebut. 

Beberapa kali ia melihat jam strawberry di tangannya. Matanya sudah gelisah. Ia ingin pulang. Tapi tiba-tiba, Biya baru ingat dengan janjinya untuk menemui Rendra setelah selesai acara di ruang meeting. Alhasil, rencananya untuk segera pulang menjadi tertunda. Dan, ada satu hal lagi yang membuatnya ingin tetap bertahan di tempat itu, sesuatu yang ia tunggu sejak sore, ya…satu hal yang tak ingin ia lewatkan malam itu, 1box makanan untuk memadamkan perutnya yang terus berteriak sedari sore.

***

Dyos hanya berdiri mematung di depan rumahnya. Bahkan ia bingung harus bagaimana dan harus bicara pada siapa. Hatinya berkecamuk. Ada perasaan gundah, ingin segera bercerita pada sesorang, khususnya Biya. Tapi ternyata..tidak bisa. 

Berkali-kali Dyos memandangi sekeliling rumahnya yang besar itu. Melihat satu persatu celah dan sudutnya. Seakan ingin mengenalnya lebih dekat, dan bicara lebih hangat. Dyos tersenyum melihat sebuah ayunan di pojok belakang rumahnya. Tapi kemudian ia meneteskan airmata. Ia terduduk di tanah berumput. Airmatanya keluar semakin deras. 

Baru kali ini ia menangis begitu terisak. Seorang Dyos yang kuat dan tegar, kini seketika melemah dan menjadi sangat rapuh. Kemudian ia berdiri dan menggapai besi ayunan di depannya. Ia dorong pelan-pelan, seperti sedang bermain dengan sesorang. Namun tiba-tiba handphone di sakunya berdering, dan memecah ke senduan malam nya itu….

“ya …ma” Dyos menjawab pelan, sambil menutupi bekas tangisnya di tenggorokan.
“ Ka, Bisa ke sini kan? Ini ade pingin di temenin kaka katanya. Bisa kesini sekarang kan?” pinta ibu, sendu sekali suaranya.
“Ya ma, bilang sama ade, ka Dyos kesana sekarang” jawab Dyos tersenyum dengan perasaan yang dalam.
Akhirnya Dyos segera meninggalkan rumah nya itu, dan pergi menuju tempat dimana ibu dan adiknya berada sekarang. Ya, dia ingin menemani adiknya.

***

Biya telah tiba di kostannya yang mungil. Baru saja masuk, ia langsung menjatuhkan tubuhnya diatas kasur bergambar hello kitty miliknya. Ia menghela nafas panjang beberapa kali. Wajahnya terlihat sangat lelah dan mengantuk. Teringat akan pembicaraannya dengan Rendra tadi sebelum ia pulang. Sedikit rasa tidak menyangka. Rendra yang selama ini ia panggil si Badung dan sering bertengkar kecil dengannya, tiba-tiba bisa bersikap baik dan lembut pada nya. dan apalagi, Rendra mengajak Biya untuk bekerjasama menjadi satu tim, yang hanya mereka berdua saja dalam painting art competition yang akan dilaksanakan bulan ini.

Pikiran Biya terpecah. Dan kemudian, tangan kirinya menyentuh sebuah benda kecil di atas kasur. Ya, itu handphonenya. Ia kemudian buru-buru menggapainya dan melihat layarnya tajam-tajam. Sampai ia temukan ada beberapa misscall dan sms dari Dyos dan teman-temannya yang lain. Tapi yang paling ingin ia lihat adalah sms dari kekasihnya itu. Buru-buru ia membuka salah satu sms dari Dyos dan membacanya. Dan masih banyak lagi sms Dyos yang lainnya.

Biya, dmna? 
aku butuh ketemu kamu, ada yang pengen aku ceritain sekarang. penting

“aarrggh..kenapa gue td ngga bawa handphone sih ah. Aduh..Dyos banyak banget sms nya, kayaknya penting banget” Biya menyesali handphonenya yang tertinggal itu. Dan kemudian segera ia menelepon nomor Dyos. Tapi apa yang terjadi…
“Telepon yang anda hubungi, sedang tidak aktif, atau berada di luar jangkauan. Silahkan Tinggalkan pesan…” 
Telepon biya disambut oleh suara operator yang biasa terdengar jika nomor yang di tuju tidak dapat di hubungi. Biya kecewa. Perasaannya sangat kacau. Ada rasa merasa bersalah dan penasaran yang berputar-putar di dadanya. Dan kemudian ia mencoba menghubungi telepon rumah Dyos walaupun itu sudah pukul 12 malam, ia memberanikan diri untuk menelepon, tapi ternyata tidak ada yang mengangkat atau menjawab panggilannya itu. Pertanda penghuni rumah Dyos sedng terlelap tidur, atau memang sedang ditinggal pergi oleh penghuninya.

***

Dyos berjalan dengan pikiran dan hatinya yang berat. Memikirkan berbagai hal. Ya, ia tau, saat itu hanya adiknya yang ia tuju. Erika, gadis kecil berumur 11 tahun, adik satu-satunya yang paling ia sayangi. Tak pernah terbayang dalam hatinya semua ini bisa ia alami. Padahal, yang ia tau, kisah seperti ini pernah ia tonton dalam FTV.
‘kreeekk’ suara pintu terbuka pelan-pelan.
“Ka…” ibu tiba-tiba memeluk Dyos yang baru saja datang sambil menangis. Dan mereka terdiam beberapa detik bersama airmata. Tapi Dyos mencoba untuk terlihat tegar di depan ibunya.
“ hemmhh…semua bakal baik-baik aja mah” Dyos mencoba menguatkan ibunya. Pelukan itu, seolah ingin menggambarkan kesediahan diantara keduanya. Perasaan pilu yang sama-sama tertahan, dan sangat mendalam.

Dyos melangkahkan kakinya menuju tempat adiknya berbaring. Ia duduk di sebuah kursi, tepat disisi kepala adiknya. Ia tatapi dalam-dalam wajah manis adiknya itu. Lalu tangan kanannya menggenggam tangan adiknya dengan lembut. Dan tangan kirinya mengelus perlahan rambut adiknya.ia terdiam beberapa lama. Tergambar jelas semua yang baru saja terjadi dengannya dan keluarganya. Kemudian, Dyos berbisik pelan di telinga adiknya yang sedang terpejam. 

“De, kemaren kaka liat di toko pak Budhi, ada dua kucing persia yang lucu sekali. Ade pasti suka. Tadinya kaka mau beli saat itu juga. Tapi kaka pengen ade yang pilih sendiri, kucing mana yang ade suka. Nanti kalau ade udah bangun, kita kesana sama-sama ya”  Dyos kembali meneteskan airmata.

Ibu tak kuasa melihat Dyos bicara dengan adiknya. Seketika itu juga Ibu langsung meninggalkan ruangan sambil menutup sebagian wajahnya yang hendak tumpah airmata.

“De, inget ga waktu dulu kita suka mancing di kolamnya bah Abul. Walaupun kita jarang dapet ikan, tapi abah suka ngajak kita makan ikan bakar di warungnya. Hehe..seru ya de. Kaka pengen main sama dede. Apapun yang dede mau, dimana pun. Oh ya, dulu ade pernah bilang, pingin main ke kebun binatang kan? Nanti kita kesana ya. Kaka janji, kaka bakal bawa ade main sepuasnya sama ibu ke kebun binatang, tangkuban perahu, kawah putih. Tapi ade harus janji sama kaka. Ade jangan lama-lama tidurnya ya. Cepet bangun ya sayang” 

Dyos mengecup kening adik kecilnya itu. Tapi Erika, tak brgerak sama sekali. Wajah lugu Erika begitu sunyi. Terhalang selang oksigen yang di sambungkan melalui saluran pernafasannya. Tangan mungilnya di paksa untuk menahan tusukan jarum infus. Tapi ia tetap cantik. Seperti putri tidur mungil yang sedang tertidur beberapa lama. Tapi ini bukan di hutan yang indah, melainkan di ruang ICU rumah sakit yang sunyi. Erika sedang tertidur. Tapi entah kapan ia akan terbangun

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

nyang lain niihh..