Biya dan Kian meluncur menuju sanggar dengan sangat terburu-buru. Sesampainya di sanggar, ternyata dugaan
mereka benar, mereka sudah melewatkan seperempat acara awal karena kedatangan
mereka yang sudah terlambat 1 jam lamanya. Kian sedikit kecewa, wajahnya kusut
karena tidak bisa menyaksikan Rio, cowok impiannya bernyanyi di awal acara. Dan
Biya, tergesa-gesa untuk bersiap-siap menjadi MC pengganti di tengah acara
nanti.
“Wel, rundown acara buat gue mana?”
tanya Biya sambil merapihkan kerudungnya yang terkoyak karena helm.
“itu, gue simpen di atas lemari piala.
Oh ya Biy, tadi Rendra bilang, kalo udah selesai acara, lo tunggu dia di ruang
meeting. Katanya ada hal penting” jawab Welly.
“hemmh? Mana sihh? Oohhh ini diaaa
kertas nakal. Hah, tadi apaan? Rendra? Hal penting apaaan lagi dia tuh, tumben
amat tuh si badung mau meeting ama gue. Kudu siap-siap penyumpel kuping aja nih
buat denger ocehannya dia” Biya menggerutu sambil membaca kertas rundown acara.
“ahaha..ada-ada aja lo Biy, awas
loh..ntar malah suka lagi. Hihi”
“sompral nih Welly, ah ga ngepren nih
ah. Masa aja gue suka ama si badung. Udah nakal, playboy, geng motor
pula….iiiihhh takuutt. Ngeri banget” Biya ngeri membayangkan sosok Rendra
“yaudah daripada lo ngebayangin Rendra,
mending sana tuh ke stage. Bentar lagi giliran lo nge MC. Oke cantik..!” seru
Welly sambil mencubit pipi Biya
“yuhuuuu…Sipirilllii…babay mami Welly,
muah”
Akhirnya Biya bersiap menuju stage
untuk menjadi MC. Dan Yang lainnya, ada yang sibuk dengan persiapannya
masing-masing, atau ada pula yang sibuk melayani para penikmat seni yang datang
silih berganti. Tapi tidak dengan Kian, ia malah asik sendiri dengan terus
memata-matai idolanya dengan sesekali mengambil gambar layaknya seorang
paparazy. Kian telah kecanduan si penyanyi rambut jagung, Tomy, idolanya itu.
Dan KIan tidak akan berhenti sebelum ia menemukan sekantung makanan.
Biya tampak asik bercuap-cuap di depan
khalayak dgn suasana acara yang cukup ramai juga menghibur. Dan ia sama sekali
tidak ingat dengan segala kegalauan, tugas kuliah, apalagi handphone nya yang
tertinggal di kostan. Padahal selama Handphone itu tertinggal, sudah 10 kali
Dyos menelepon dan 5 kali ia mengirimkan sms ke nomornya. Dyos cemas,
terburu-buru, dan ingin segera telponnya itu di jawab oleh Biya. Sepertinya ada
hal penting yang ingin Dyos bicarakan. Tapi sayang, telepon itu hanya membisu
di kamar yang sedang di tinggal penghuninya.
Sudah malam hari, tetapi Biya dan Kian
masih terdampar di sanggar bersama kerumunan orang-orang dan hasil karya seni
yang telah usai di pamerkan dan di pentaskan. Biya sudah cukup kelelahan
setelah ia terus bercuap-cuap di depan khalayak dengan waktu yang melebihi
jatah ia menjadi MC di stage. Dan saat itu, ia baru tersadar bahwa sedari tadi
dia telah melupakan benda yang sangat penting untuknya, handphone. Ada perasaan
tidak enak dengan handphone nya itu. Biya ingin segera pulang untuk mengobati
perasaannya tersebut.
Beberapa kali ia melihat jam strawberry
di tangannya. Matanya sudah gelisah. Ia ingin pulang. Tapi tiba-tiba, Biya baru
ingat dengan janjinya untuk menemui Rendra setelah selesai acara di ruang
meeting. Alhasil, rencananya untuk segera pulang menjadi tertunda. Dan, ada satu
hal lagi yang membuatnya ingin tetap bertahan di tempat itu, sesuatu yang ia
tunggu sejak sore, ya…satu hal yang tak ingin ia lewatkan malam itu, 1box
makanan untuk memadamkan perutnya yang terus berteriak sedari sore.
***
Dyos hanya berdiri mematung di depan
rumahnya. Bahkan ia bingung harus bagaimana dan harus bicara pada siapa.
Hatinya berkecamuk. Ada perasaan gundah, ingin segera bercerita pada sesorang,
khususnya Biya. Tapi ternyata..tidak bisa.
Berkali-kali Dyos memandangi sekeliling
rumahnya yang besar itu. Melihat satu persatu celah dan sudutnya. Seakan ingin
mengenalnya lebih dekat, dan bicara lebih hangat. Dyos tersenyum melihat sebuah
ayunan di pojok belakang rumahnya. Tapi kemudian ia meneteskan airmata. Ia terduduk
di tanah berumput. Airmatanya keluar semakin deras.
Baru kali ini ia menangis
begitu terisak. Seorang Dyos yang kuat dan tegar, kini seketika melemah dan
menjadi sangat rapuh. Kemudian ia berdiri dan menggapai besi ayunan di
depannya. Ia dorong pelan-pelan, seperti sedang bermain dengan sesorang. Namun
tiba-tiba handphone di sakunya berdering, dan memecah ke senduan malam nya
itu….
“ya …ma” Dyos menjawab pelan, sambil
menutupi bekas tangisnya di tenggorokan.
“ Ka, Bisa ke sini kan? Ini ade pingin
di temenin kaka katanya. Bisa kesini sekarang kan?” pinta ibu, sendu sekali
suaranya.
“Ya ma, bilang sama ade, ka Dyos kesana
sekarang” jawab Dyos tersenyum dengan perasaan yang dalam.
Akhirnya Dyos segera meninggalkan rumah
nya itu, dan pergi menuju tempat dimana ibu dan adiknya berada sekarang. Ya,
dia ingin menemani adiknya.
***
Biya
telah tiba di kostannya yang mungil. Baru saja masuk, ia langsung menjatuhkan
tubuhnya diatas kasur bergambar hello kitty miliknya. Ia menghela nafas panjang
beberapa kali. Wajahnya terlihat sangat lelah dan mengantuk. Teringat akan pembicaraannya dengan Rendra tadi sebelum ia pulang. Sedikit rasa tidak menyangka. Rendra yang selama ini ia panggil si Badung dan sering bertengkar kecil dengannya, tiba-tiba bisa bersikap baik dan lembut pada nya. dan apalagi, Rendra mengajak Biya untuk bekerjasama menjadi satu tim, yang hanya mereka berdua saja dalam painting art competition yang akan dilaksanakan bulan ini.
Pikiran Biya terpecah. Dan kemudian,
tangan kirinya menyentuh sebuah benda kecil di atas kasur. Ya, itu
handphonenya. Ia kemudian buru-buru menggapainya dan melihat layarnya
tajam-tajam. Sampai ia temukan ada beberapa misscall dan sms dari Dyos dan
teman-temannya yang lain. Tapi yang paling ingin ia lihat adalah sms dari
kekasihnya itu. Buru-buru ia membuka salah satu sms dari Dyos dan membacanya. Dan
masih banyak lagi sms Dyos yang lainnya.
Biya, dmna?
aku butuh ketemu kamu, ada yang pengen aku ceritain sekarang. penting
“aarrggh..kenapa gue td ngga bawa
handphone sih ah. Aduh..Dyos banyak banget sms nya, kayaknya penting banget”
Biya menyesali handphonenya yang tertinggal itu. Dan kemudian segera ia
menelepon nomor Dyos. Tapi apa yang terjadi…
“Telepon yang anda hubungi, sedang
tidak aktif, atau berada di luar jangkauan. Silahkan Tinggalkan pesan…”
Telepon
biya disambut oleh suara operator yang biasa terdengar jika nomor yang di tuju
tidak dapat di hubungi. Biya kecewa. Perasaannya sangat kacau. Ada rasa merasa
bersalah dan penasaran yang berputar-putar di dadanya. Dan kemudian ia mencoba
menghubungi telepon rumah Dyos walaupun itu sudah pukul 12 malam, ia memberanikan diri untuk menelepon, tapi ternyata tidak ada yang mengangkat atau
menjawab panggilannya itu. Pertanda penghuni rumah Dyos sedng terlelap tidur, atau memang sedang ditinggal pergi oleh penghuninya.
***
Dyos berjalan dengan pikiran dan
hatinya yang berat. Memikirkan berbagai hal. Ya, ia tau, saat itu hanya adiknya
yang ia tuju. Erika, gadis kecil berumur 11 tahun, adik satu-satunya yang
paling ia sayangi. Tak pernah terbayang dalam hatinya semua ini bisa ia alami.
Padahal, yang ia tau, kisah seperti ini pernah ia tonton dalam FTV.
‘kreeekk’ suara pintu terbuka
pelan-pelan.
“Ka…” ibu tiba-tiba memeluk Dyos yang
baru saja datang sambil menangis. Dan mereka terdiam beberapa detik bersama
airmata. Tapi Dyos mencoba untuk terlihat tegar di depan ibunya.
“ hemmhh…semua bakal baik-baik aja mah”
Dyos mencoba menguatkan ibunya. Pelukan itu, seolah ingin menggambarkan
kesediahan diantara keduanya. Perasaan pilu yang sama-sama tertahan, dan sangat
mendalam.
Dyos melangkahkan kakinya menuju tempat
adiknya berbaring. Ia duduk di sebuah kursi, tepat disisi kepala adiknya. Ia
tatapi dalam-dalam wajah manis adiknya itu. Lalu tangan kanannya menggenggam
tangan adiknya dengan lembut. Dan tangan kirinya mengelus perlahan rambut
adiknya.ia terdiam beberapa lama. Tergambar jelas semua yang baru saja terjadi
dengannya dan keluarganya. Kemudian, Dyos berbisik pelan di telinga adiknya
yang sedang terpejam.
“De, kemaren kaka liat di toko pak
Budhi, ada dua kucing persia yang lucu sekali. Ade pasti suka. Tadinya kaka mau
beli saat itu juga. Tapi kaka pengen ade yang pilih sendiri, kucing mana yang
ade suka. Nanti kalau ade udah bangun, kita kesana sama-sama ya” Dyos kembali meneteskan airmata.
Ibu tak kuasa melihat Dyos bicara dengan
adiknya. Seketika itu juga Ibu langsung meninggalkan ruangan sambil menutup
sebagian wajahnya yang hendak tumpah airmata.
“De, inget ga waktu dulu kita suka
mancing di kolamnya bah Abul. Walaupun kita jarang dapet ikan, tapi abah suka
ngajak kita makan ikan bakar di warungnya. Hehe..seru ya de. Kaka pengen main
sama dede. Apapun yang dede mau, dimana pun. Oh ya, dulu ade pernah bilang,
pingin main ke kebun binatang kan? Nanti kita kesana ya. Kaka janji, kaka bakal
bawa ade main sepuasnya sama ibu ke kebun binatang, tangkuban perahu, kawah
putih. Tapi ade harus janji sama kaka. Ade jangan lama-lama tidurnya ya. Cepet
bangun ya sayang”
Dyos mengecup kening adik kecilnya itu. Tapi Erika, tak
brgerak sama sekali. Wajah lugu Erika begitu sunyi. Terhalang selang oksigen
yang di sambungkan melalui saluran pernafasannya. Tangan mungilnya di paksa
untuk menahan tusukan jarum infus. Tapi ia tetap cantik. Seperti putri tidur
mungil yang sedang tertidur beberapa lama. Tapi ini bukan di hutan yang indah,
melainkan di ruang ICU rumah sakit yang sunyi. Erika sedang tertidur. Tapi entah kapan ia akan terbangun
Tidak ada komentar:
Posting Komentar